Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Capaian Layanan Bimbingan Konseling SMK

 

Capaian Layanan Bimbingan Konseling SMK

Capaian Layanan Bimbingan Konseling di SMK | Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu bentuk fasilitasi peserta didik/konseli agar dapat mencapai perkembangan secara optimal. Semasa SMK, peserta didik dituntut untuk mampu mengambil pilihan dan keputusan secara sehat dan bertanggung jawab serta memiliki daya adaptasi tinggi terhadap dinamika kehidupan yang dihadapinya.

Capaian layanan Bimbingan Konseling di SMK ini bersumber dari Modul Model Inspiratif Layanan Bimbingan dan Konseling di SMK, Tim Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Kemdikbudristek dengan Penyusun Nunung Widianingsih dkk.

Layanan Bimbingan dan Konseling di jenjang SMK bertujuan memfasilitasi tercapainya sebelas aspek perkembangan secara optimal dan utuh.  

Dalam konteks era 4.0 ini, layanan Bimbingan dan Konseling tidak hanya mengarah pada dukungan aspek akademik dan keterampilan teknis (hardskill) namun juga pada penguatan softskill atau karakter yang harus dimiliki oleh para lulusan SMK

Karakter yang dimaksud adalah sifat-sifat yang melekat pada pribadi peserta didik yang oleh Kementerian Pendidikan Nasional dan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) disebut Profil Pelajar Pancasila, yaitu: 

  • beriman, bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak  mulia, 
  • berkebinekaan global 
  • bergotong royong 
  • kreatif 
  • bernalar kritis dan 
  • mandiri serta nilai-nilai karakter budaya kerja.  

Penguatan karakter peserta didik melalui layanan Bimbingan dan Konseling ini diharapkan mampu merespon kebutuhan dan masalah peserta didik agar berkembang optimal. 

Secara khusus layanan Bimbingan dan Konseling di SMK mengupayakan agar peserta didik dapat memiliki keputusan karir apakah akan berwirausaha, bekerja, atau melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. 

Pemberian layanan Bimbingan dan Konseling selama masa sekolah diharapkan dapat memberikan gambaran kepada peserta didik mengenai bakat dan minat serta kemampuan potensi dirinya sehingga secara ajeg dapat memilih keputusan karir yang sesuai dengan kondisi dirinya. 

Karakteristik Peserta Didik SMK

Peserta didik/konseli adalah subyek utama layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Sebagai subyek layanan, karakteristik peserta didik/konseli menjadi dasar pertimbangan dalam merancang serta melaksanakan layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah. 

Ketepatan pemilihan dan penentuan rumusan tujuan, pendekatan, teknik dan strategi layanan yang sesuai dengan karakteristik peserta didik/konseli sangat mempengaruhi keberhasilan layanan Bimbingan dan Konseling. 

Oleh karena itu, pemahaman karakteristik peserta didik/konseli merupakan prasyarat yang harus dipenuhi sebelum guru Bimbingan dan Konseling atau konselor melaksanakan layanan profesionalnya. 

Karakteristik peserta didik/konseli diartikan sebagai ciri-ciri yang melekat pada peserta didik/konseli SMK yang bersifat khas dan membedakannya dengan peserta didik/konseli satu dengan lainnya. 

Selain kecerdasan, bakat, minat, dan disposisi lainnya, karakteristik peserta didik/konseli SMK yang perlu dipahami meliputi aspek-aspek berikut. 

1. Aspek Fisik 

Peserta didik/konseli SMK berada pada masa remaja madya yang telah mencapai kematangan fisik diantaranya: perubahan bentuk tubuh, ukuran, tinggi, berat badan, dan proporsi muka serta badan yang tidak lagi menggambarkan anak-anak. Hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya fisik khas laki-laki dan perempuan. 

Perkembangan fisik yang telah sempurna diiringi dengan perkembangan psikoseksual dengan kematangan organ-organ seksualnya. Mereka menjadi lebih memberikan perhatian terhadap penampilan fisiknya serta mulai tertarik pada lawan jenisnya. 

2.Aspek Kognitif 

Perkembangan pemikiran peserta didik/konseli SMK mulai menunjukkan kemampuan berpikir logis yang lebih baik. Mereka mulai mampu berpikir yang menghubungkan sebab dan akibat dari kejadian-kejadian di lingkungannya. 

Pemahaman terhadap diri serta lingkungannya mulai lebih meluas dan mendalam. Mereka cenderung berfikir secara ideal, sehingga seringkali mengkritisi maupun menentang pemikiran orang dewasa. Walaupun mereka memiliki argumentasi-argumentasi pemikiran yang berkembang, namun juga sering merasa ragu-ragu sehubungan dengan keterbatasan pengalaman yang dimilikinya. 

Peserta didik/konseli SMK juga menampakkan egosentrisme berfikir, yang menganggap dirinya benar serta cenderung menentang pemikiran orang dewasa maupun aturan-aturan di lingkungannya. 

3. Aspek Sosial 

Pada aspek sosial, peserta didik/konseli SMK mulai tumbuh kemampuan memahami orang lain. Kemampuan ini mendorongnya menjalin hubungan sosial dengan teman sebaya. Mereka menjalin hubungan pertemanan yang erat dan menciptakan identitas kelompok yang khas. 

Hubungan kelompok sebaya lebih menguat serta cenderung meninggalkan keluarga. Orangtua merasa kurang diperhatikan. Masa ini juga ditandai dengan berkembangnya sikap konformitas, yaitu kecenderungan untuk: meniru, mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran (hobi), atau keinginan orang lain. 

Perkembangan konformitas dapat berdampak positif atau negatif, tergantung kepada kualitas kelompok di mana konformitas itu dilakukan. Ada beberapa sikap yang sering ditampilkan peserta didik/konseli SMK antara lain: kompetisi atau persaingan, konformitas, menarik perhatian, menentang otoritas, sering menolak aturan dan campur tangan orang dewasa dalam hal urusan-urusan pribadinya. 

Kondisi ini mengakibatkan pandangan negatif masyarakat pada peserta didik/konseli di kelompok usia tersebut.

4. Aspek Emosi

Peserta didik/konseli SMK merupakan kelompok usia remaja digambarkan dalam keadaan yang tidak menentu, tidak stabil, dan emosi yang meledak-ledak. Meningginya emosi terjadi karena adanya tekanan tuntutan sosial terhadap peranperan baru selayaknya orang dewasa. 

Kondisi ini dapat memicu masalah, seperti kesulitan belajar, penyalahgunaan obat, dan perilaku menyimpang. Remaja yang sering mengalami emosi yang negatif cenderung memiliki prestasi belajar yang rendah. Namun peserta didik/konseli mulai belajar mengendalikan emosinya. 

Pada masa remaja ini juga terjadi perkembangan emosi terhadap lawan jenis. Dengan matangnya hormon seksual, mereka mulai merasakan ketertarikan dan memberikan perhatian khusus pada lawan jenis. Pada umumnya mereka tumbuh rasa jatuh cinta yang terkadang berlanjut sampai pacaran 

5. Aspek Moral

Melalui pengalaman berinteraksi sosial dengan orangtua, guru, teman sebaya, atau orang dewasa lainnya, tingkat moralitas peserta didik/konseli SMK sudah lebih matang jika dibandingkan dengan usia anak atau remaja awal. 

Mereka sudah lebih mengenal nilai-nilai moral atau konsep moralitas, seperti kejujuran, keadilan, kesopanan, dan kedisiplinan. Peserta didik/konseli sudah dapat menginternalisasikan penilaian- penilaian moral dan menjadikannya sebagai nilai pribadi. 

Pertimbangan moral yang diinternalisai peserta didik/konseli bukan lagi karena dorongan orang lain atau perintah orangtua namun karena keinginan dari hati dan merupakan pilihannya. 

Peserta didik/konseli berperilaku bukan hanya untuk memenuhi kepuasan fisiknya, tetapi juga aspek psikis, seperti rasa senang dengan adanya penerimaan, pengakuan, atau penilaian positif dari teman sebaya atau orang lain tentang perbuatannya 

6. Aspek Religius 

Melalui pengalaman berinteraksi sosial dengan orangtua, guru, teman sebaya, atau orang dewasa lainnya, tingkat moralitas peserta didik/konseli SMK sudah lebih matang jika dibandingkan dengan usia anak atau remaja awal. 

Mereka sudah lebih mengenal nilai-nilai moral atau konsep moralitas, seperti kejujuran, keadilan, kesopanan, dan kedisiplinan. Peserta didik/konseli sudah dapat menginternalisasikan penilaian- penilaian moral dan menjadikannya sebagai nilai pribadi. 

Pertimbangan moral yang diinternalisai peserta didik/konseli bukan lagi karena dorongan orang lain atau perintah orangtua namun karena keinginan dari hati dan merupakan pilihannya. 

Peserta didik/konseli berperilaku bukan hanya untuk memenuhi kepuasan fisiknya, tetapi juga aspek psikis, seperti rasa senang dengan adanya penerimaan, pengakuan, atau penilaian positif dari teman sebaya atau orang lain tentang perbuatannya .

Alur Capaian Layanan Bimbingan Konseling di SMK


Demikian alternatif contoh alur capaian layanan bimbingan dan konseling SMK kurikulum merdeka.

Posting Komentar untuk "Capaian Layanan Bimbingan Konseling SMK"