Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Materi Konsep Dasar Keperawatan - Model Praktik Keperawatan

 Materi Konsep Dasar Keperawatan - Model Praktik Keperawatan

Model praktek keperawatan profesional merupakan suatu sistem, baik menyangkut struktur, proses dan nilai-nilai professional, yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk mendukung pemberian asuhan keperawatan.

Model Praktek Keperawatan Profesional terdiri dari lima elemen sub sistem yaitu, nilai-nilai profesional perawat, pendekatan manajemen, dan metode pemberian asuhan keperawatan. Pada pendekatan manajemen, dimaksudkan sebagai pemenuhan tenaga yang diperlukan dalam penyelenggaraan asuhan keperawatan profesional yang didasarkan pada jumlah pasien dan derajat ketergantungannya. Klasifikasi derajat ketergantungan pasien dapat dibagi dalam tiga kategori, antara lain kerawatan minimal (waktu 1-2 jam/hari), perawatan intermediet (perlu waktu 3-4 jam/hari0, serta perawatan maksimal (perlu waktu 5-6 jam/hari).

Pengertian Model Praktik Keperawatan

Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan. (Ratna sitorus & Yulia, 2006).

Model Asuhan Keperawatan Profesional adalah sebagai suatu sistem (struktur, proses dan nilai- nilai) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut (Hoffart & Woods, 1996).

Komponen Model Praktik Keperawatan

Berdasarkan Model Praktik Keperawatan yang sudah dikembangkan di berbagai rumah sakit, Hoffart & Woods (1996) menyimpulkan bahwa MPKP tediri lima komponen yaitu nilai–nilai professional yang merupakan inti MPKP, hubungan antar professional, metode pemberian asuhan keperawatan, pendekatan manajemen terutama dalam perubahan pengambilan keputusan serta sistem kompensasi dan penghargaan.

Beberapa penjelasan dari model subsistem sebagaimana yang diidentifikasi oleh Hoffart dan Woods (1996), sebagai berikut (Sitorus,2006):

Nilai-nilai profesional sebagai inti model.

Pada model ini perawat primer (PP) dan perawat asosiasi (PA) membangun kontrak dengan klien/keluarga sejak klien/keluarga masuk ke suatu ruang rawat yang merupakan awal dari penghargaan atas harkat dan martabat manusia. Hubungan tersebut akan terus dibina selama klien dirawat di ruang rawat, sehingga klien/keluarga menjadi mitra dalam memberi asuhan keperawatan. Pada pelaksanaan dan evaluasi renpra, PP mempunyai otonomi dan akuntabilitas untuk mempertanggungjawabkan asuhan yang diberikan termasuk tindakan yang dilakukan PA dibawah tanggung jawabnya. Dengan kata lain PP mempunyai tanggung jawab untuk membina performa PA agar melakukan tindakan berdasarkan nilai-n ilai profesional.

Pendekatan Manajemen:

Perawat primer mempunyai tanggung jawab terhadap perawat asosiasi. Kewajban untuk membimbing PA dalam memberi asuhan keperawatan sehingga sesuai dengan prosedur yang sudah menjadi standar dalam memberikan pelayanan bagi klien. PP dalam hal ini juga adalah seorang manajer yang harus dibekali kemampuan manajemen dan kepemimpinan.

Metode pemberian asuhan keperawatan:

Metode pemberian askep adalah modifikasi keperawatan primer sehingga keputusan tentang renpra ditetapkan oleh PP, yang kemudian PP akan mengevaluasi perkembangan klien setiap hari dan membuat modifikasi pada renpra sesuai dengan kebutuhan klien.

Hubungan Profesional:

Pada model ini, hubungan antar profesional dalam tim kesehatan dilakukan oleh PP. PP yang paling mengetahui tentang perkembangan kondisi klien sejak awal masuk ke suatu ruang rawat sehingga mampu memberi informasi tentang kondisi klien kepada profesi lain khususnya dokter.

Sistem kompensasi dan penghargaan:

PP dan timnya berhak atas kompensasi serta penghargaan untuk asuhan keperawatan. Pada tahap persiapan MPKP dilakukan penetapan jumlah dan jenis tenaga perawat di ruang rawat tersebut, pengembangan standar renpra, dan pelatihan. Penjelasan masing-masing item ini sebagai berikut :

Jumlah tenaga perawat: Jumlah tenaga perawat di suatu ruang rawat ditetapkan berdasarkan derajat ketergantungan klien. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk perawatan langsung (direct care) adalah berkisar 4-5  jam/klien/hari.

Jenis tenaga keperawatan:

Jenis tenaga keperawatan ditetapkan berdasarkan metode modifikasi keperawatan primer.dengan metode modifikasi keperawatan primer diperlukan perawat primer (PP) dengan kualifikasi S.kp/ NERS atau yang sederajat, selain seorang kepala ruang rawat juga Skp/NERS. Selain itu juga dibutuhkan perawat asosiasi (PA) dengan kualifikasi pendidikan D3 atau SPK. Untuk membimbing serta mengarahkan PP dan timnya dalam memberikan asuhan keperawatan, diperlukan perawat dengan kemampuan yang lebih tinggi.  Sementara menurut ProACT Model yang dikembangkan oleh Tonges (1987) disebut dengan Clinical Care Manager (CCM).

Standar rencana keperawatan:

Standar rencana keperawatan (renpra) dikembangkan untuk kasus yang paling sering dirawat di suatu ruang rawat. Adanya standar renpra menunjukkan asuhan keperawatan yang diberikan berdasarkan pada konsep dan teori keperawatan yang kukuh, yang merupakan salah satu karateristik layanan professional.

Metode penugasan Model Praktek Keperawatan Profesional

A. Metode kasus

Metode kasus merupakan metode pemberian asuhan yang pertama kali digunakan. Sampai perang dunia II metode tersebut merupakan metode pemberian asuhan keperawatan yang paling banyak di gunakan. Pada metode ini satu perawat akan memberikan asuhan keperawatan kepada seorang klien secara total dalam satu periode dinas. Jumlah klien yang dirawat oleh satu perawat bergantung pada kemampuan perawat tersebut dan kompleksnya kebutuhan kliennya. (Situros, 2006).

Setelah perang dunia II, jumlah pendidikan keperawatan dari berbagai jenis program meningkat dan banyak lulusan bekerja di rumah sakit. Agar pemamfaatan tenaga yang bervariasi tersebut dapat maksimal dan juga tuntutan peran yang diharapkan dari perawat sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran, kemudian dikembangkan metode fungsional. (Situros, 2006)

Kelebihan dari metode kasus :

  1. Kebutuhan pasien terpenuhi
  2. Pasien merasa puas
  3. Masalah pasien dapat dipahami oleh perawat
  4. Kepuasan tugas secara keseluruhan dapat dicapai
  5. Kekurangan metode kasus :

Kemampuan tenaga perawat pelaksana dan mahasiswa perawat yang terbatas sehingga tidak mampu memberikan asuhan secara menyeluruh

  1. Membutuhkan banyak tenaga
  2. Beban kerja tinggi terutama jika jumlah klien banyak sehingga tugas rutin yang sederhana terlewatkan
  3. Pendelegasian perawatan klien hanya sebagian selama perawat penanggung jawab klien tugas

B. Metode Fungsional

Pada metode fungsional, pemberian asuhan keperawatan ditekankan pada penyelesaian tugas atau prosedur. Setiap perawat di beri satu atau beberapa tugas untuk dilaksanakan kepada semua klien di satu ruangan.(Situros, 2006)

Pada metode ini, kepala ruang menentukan tugas setiap perawat dalam satu ruangan. Perawat akan melaporkan tugas yang dikerjakannya kepada kepala ruangan dan kepala ruangan tersebut bertanggung jawab dalam pembuatan laporan klien. Metode fungsional mungkin efisien dalam  menyelesaikan tugas-tugas apabila jumlah perawat sedikit, tetapi klien tidak mendapatkan kepuasan asuhan yang diterimanya. (Situros, 2006)

Kelebihan dari metode Fungsional adalah :

  1. Sederhana
  2. Efisien
  3. Perawat terampil untuk tugas atau pekerjaan tertentu
  4. Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi perawat setelah selesai tugas
  5. Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga yang kurang berpengalaman untuk satu tugas yang sederhana
  6. Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staff atau peserta didik yang praktek untuk keterampilan tertentu

Tetapi, metode ini kurang efektif karena (Situros, 2006) :

  1. Prioritas utama yang dikerjakan adalah kebutuhan fisik dan kurang menekankan pada pemenuhan kebutuhan holistik
  2. Mutu asuhan keperawatan sering terabaikan karena pemberian asuhan keperawatan terfragmentasi
  3. Komunikasi antar perawat sangat terbatas sehingga tidak ada satu perawat yang mengetahui tentang satu klien secara komprehensif, kecuali mungkin kepada ruangan
  4. Keterbatasan itu sering menyebabkan klien merasa kurang puas terhadap pelayanan atau asuhan yang diberikan karena seringkali klien tidak mendapatkan jawaban yang tepat tentang hal-hal yang ditanyakan
  5. Klien kurang merasakan adanya hubungan saling percaya dengan perawat.

Selama beberapa tahun menggunakan metode fungsional beberapa perawat pemimpin (nurse leader) mulai mempertanyakan keefektifan metode tersebut dalam memberikan asuhan keperawatan profesional kemudian pada tahun 1950 metode tim digunakan untuk menjawab hal tersebut. (Situros, 2006).

C. Metode Tim

Metode tim merupakan metode pemberian asuhan keperawatan, yaitu seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif. Metode tim di dasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga menimbulkan rasa tanggung jawab yang tinggi. (Situros, 2006). Pelaksanaan metode tim berlandaskan konsep berikut (Situros, 2006) : Ketua tim, sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai tehnik kepemimpinan. Ketua tim harus dapat membuat keputusan tentang prioritas perencanaan, supervisi, dan evaluasi asuhan keperawatan. tanggung jawab ketua tim adalah :

  1. Mengkaji setiap klien dan menetapkan renpra
  2. Mengkoordinasikan renpra dengan tindakan medis
  3. Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota kelompok dan memberikan bimbingan melalui konferensi
  4. Mengevaluasi pemberian askep dan hasil yang dicapai serta mendokumentasikannya
  5. Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas terjamin
  6. Komunikasi yang terbuka dapat dilakukan melalui berbagai cara, terutama melalui renpra tertulis yang merupakan pedoma pelaksanaan asuhan, supervisi dan evaluasi
  7. Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim
  8. Peran kepala ruangan penting dalam metode tim. Metode tim akan berhasil baik apabila di dukung oleh kepala ruangan, untuk itu kepala ruangan diharapkan telah :

  • Menetapkan standar kinerja yang diharapkan dari staf
  • Membantu staf menetapkan sasaran dari unit/ ruangan
  • Memberi kesempatan kepada ketua tim untuk pengembangan kepemimpinan
  • Mengorientasikan tenaga yang baru tentang fungsi metode tim keperawatan
  • Menjadi narasumber bagi ketua tim
  • Mendorong staf untuk meningkatkan kemampun melalui riset keperawatan
  • Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka

Kelebihan metode ini adalah :

  1. Saling memberi pengalaman antar sesama tim
  2. Pasien dilayani secara komprehensif
  3. Terciptanya kaderisasi kepemimpimpinan
  4. Tercipta kerjasama yang baik
  5. Memberi kepuasan anggota tim dalam hubungan interpersonal
  6. Memungkinkan menyatukan anggota tim yang berbeda-beda dengan aman dan efektif

Kekurangan metode ini adalah :

Kesinambungan asuhan keperawatan belum optimal sehingga pakar mengembangkan metode keperawatan primer (Situros, 2006). Selain itu :

  1. Tim yang satu tidak mengetahui mengenai pasien yang bukan menjadi tanggung jawabnya
  2. Rapat tim memerlukan waktu sehingga pada situasi sibuk rapat tim ditiadakan atau terburu-buru sehingga dapat mengakibatkan komunikasi dan koordinasi antar anggota tim terganggu sehingga kelancaran tugas terhambat
  3. Perawat yang belum terampil dan belum berpengalaman selalu tergantung atau berlindung pada anggota tim yang mampu atau ketua tim
  4. Akontabilitas dalam tim kabur

D. Metode Perawat Primer

Menurut Gillies (1989) “ keperawatan primer merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan, dimana terdapat hubungan yang dekat dan berkesinambungan antara klien dan seorang perawat tertentu yang bertanggung jawab dalam perencanaan, pemberian dan koordinasi asuhan keperawatan klien, selama klien dirawat.” (Situros, 2006). Pada metode keperawatan primer perawat yang bertanggung jawab terhadap pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer (primery nurse) disingkat dengan PP. (Situros, 2006).

Metode keperawatan  primer dikenal dengan ciri yaitu akuntabilitas, otonoi, otoritas, advokasi, ketegasan, dan 5K yaitu kontinuetas, komunikasi, kolaborasi, koordinasi dan komitmen. (Situros, 2006). Setiap PP biasanya merawat 4 sampai 6 klien dan bertanggung jawab selama 24 jam selama klien tersebut dirawat dirumah sakit atau di suatu unit. Perawat akan melakukan wawancara mengkaji secara komprehensif , dan merencanakan asuhan keperawatan. perawat yang paling mengetahui keadaan klien. Jika PP tidak sedang bertugas, kelanjutan asuhan akan di delegasikan kepada perawat lain (associated nurse). PP bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan klien dan menginformasikan keadaan klien kepada kepala ruangan, dokter, dan staf keperawatan. (Situros, 2006).

Seorang PP bukan hanya mempunyai kewenangan untuk memberikan asuhan keperaatan, tetapi juga mempunyai kewenangan untuk melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontrak dengan lembaga sosial di masyarakat, membuat jadwal perjanjian klinik, mengadakan kunjungan rumah dan lain-lain. Dengan diberikannya kewenangan, dituntut akuntabilitas perawat yang tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan. Metode keperawatan primer memberikan beberapa keuntungan terhadap klien, perawat, dokter, dan rumah sakit (Gillies, 1989). (Situros, 2006).

Keuntungan yang dirasakan klien ialah mereka merasa lebih di hargai sebagai manusia karena terpenuhi kebutuhannya secara individu, asuhan keperawatan yang bermutu tinggi dan tercapainya layanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi. Metode itu dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan karena (Situros, 2006) :

  1. Hanya ada satu perawat yang bertanggung jawab dalam perencanaan dan koordinasi asuhan keperawatan
  2. Jangkauan observasi setiap perawat hanya 4-6 klien
  3. PP bertanggung jawab selama 24 jam
  4. Rencana pulang klien dapat diberikan lebih awal
  5. Rencana asuhan keperawatan dan rencana medik dapat berjalan paralel

Keuntungan yang dirasakan oleh PP adalah memungkinkan bagi PP untuk pengembangan diri melalui implementasi ilmu pengetahuan. Hal ini dimungkinkan karena adanya otonomi dalam membuat keputusan tentang asuhan keperawatan klien. Staf medis juga merasakan kepuasannya dengan metode ini karena senantiasa mendapat informasi tentang kondisi klien yang mutakhir dan komprehensif. (Situros, 2006). Informasi dapat diperoleh dari satu perawat yang bener-bener mengetahui keadaan klien. Keuntungan yang diperoleh oleh rumah sakit adalah rumah sakit tidak harus memperkerjakan terlalu banyak tenaga keperawatan, tetapi harus merupakan perawat yang bermutu tinggi. (Situros, 2006). Di Negara maju pada umumnya perawat yang ditunjuk sebagai PP adalah seorang spesialis perawat klinis (clinical nurse spesialis) dengan kualifikasi master keperawatan. Menurut Ellis dan Hartley (1995) Kozier at al (1997) seorang PP bertanggung jawab untuk membuat keputusan yang tekait dengan asuhan keperawatan klien oleh karena itu kualifikasi kemampuan PP minimal adalah sarjana keperawatan/nurse. (Situros, 2006).

Kelebihan metode perawat primer:

  1. Mendorong kemandirian perawat
  2. ada keterikatan pasien dan perawat selama di rawat
  3. berkomunikasi langsung dengan dokter
  4. perawatan adalah perawatan komprehensif
  5. model praktek keperawatan profesional dapat dilakukan atau di terapkan
  6. memberikan kepuasan kerja bagi perawat
  7. memberikan kepuasan bagi klien dan keluarga menerima asuhan keperawatan

kelemahan metode perawat primer:

  1. perlu kualitas dan kuantitas tenaga perawat
  2. hanya dapat di lakukan oleh perawat profesional
  3. biaya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan metode lain

Posting Komentar untuk "Materi Konsep Dasar Keperawatan - Model Praktik Keperawatan"