Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Materi Kimia Enzim Polifenol Oksidase

Guru Go Blog – Materi Kimia Enzim Polifenol Oksidase Polifenol oksidase (PPO) EC 1.14.18.1 adalah suatu enzim yang termasuk pada golongan oksidoreduktase yang mengkatalisis proses hidrosilasi senyawa monofenol menjadi senyawa difenol, kemudian dilanjutkan dengan mengkatalisis proses oksidasi difenol menjadi kuinon.

Materi Kimia Enzim Polifenol Oksidase

A. Praktikum Enzim Polifenol Oksidase (PPO)

Enzim merupakan kelompok protein yang mengatur dan menjalankan perubahan kimia dalam sistem biologi. Zat ini dihasilkan secara alami oleh organ tanaman dan hewan, yang secara katalitik menjalankan berbagai macam reaksi, seperti pemecahan hidrolisis, reduksi, oksidasi, perubahan struktur , pembentukan ikatan, transfer radikal dan pemutusan ikatan. Kebanyakan enzim yang berada dalam alat atau organ organisme hidup berupa koloid dalam cairan tubuh (Sumardjo, 2009).

Enzim digolongkan berdasarkan reaksi yang diikutinya, namun pemberian nama enzim berdasarkan nama substratnya, misalnya arginase, urease, dan lain-lain. Di samping itu, ada pula enzim yang terkenal dengan nama lama misalnya tripsin, pepsin, dan lain-lain. Ada enam golongan besar enzim menurut Commision on Enzymes of the Internasional Union of Biochemistry.

Penggolongan ini berdasarkan pada reaksi kimia di mana enzim mempunyai peranan. Penggolongan enzim meliputi: 1) transferase, 2) oksidoreduktase, 3) liase, 4) hydrolase, 5) ligase dan 6) isomerase (Poedjiadi & Supriyanti, 2009). Salah satu contoh enzim golongan oksidoreduktase adalah enzim polyphenol oksidase (PPO)

Praktikum enzim PPO ini menggunakan bahan yang berasal yang berasal dari material lokal. Material lokal adalah bahan atau sumber enzim yang menggunakan sumber enzim dari material alami yang berada di sekitar kehidupan (Sari dkk, 2016). Salah satu enzim yang terdapat pada material lokal adalah enzim PPO. Enzim PPO contohnya adalah tyrosinase atau katekol oksidase.

Materi Kimia Enzim Polifenol Oksidase


Enzim PPO terdapat pada buah-buahan atau sayuran yang mudah mengalami proses pencoklatan. Pencoklatan diakibatkan oleh oksidasi benzenadiols menjadi kuinon oleh poliphenol oksidase dan polimerisasi selanjutnya untuk pigmen coklat, merah atau hitam. Buah-buahan atau sayuran yang mengandung enzim PPO diantaranya: kentang, pisang, jamur, apel, alpukat, terung (Murthy dkk, 2014). Selain itu, enzim PPO juga terdapat pada rebung bambu (Zhao dkk, 2014), tomat, buah kiwi, pir dan strawberry (Yang dkk, 2010).

B. Enzim Poliphenol Oksidase

Praktikum enzim ini, khusus menggunakan sumber enzim PPO dari rebung bambu. Rebung bambu mempunyai kandungan PPO, selulosa (Liu, 2016), hemiselulosa dan lignin (Luo, dkk. 2012). Namun, pada praktikum ini fokus pada praktikum untuk mengamati faktor-faktor yang mempengaruhi kinetika enzim PPO. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinetika enzim PPO diantaranya spesifikasi enzim, suhu optimum, pH optimum dan inhibitor efektif (Poedjiadi & Supriyanti, 2009).

1. Spesifikan Enzim

Pada praktikum enzim PPO ini akan mencari aktivitas enzim yang paling tinggi. Spesifikasi enzim diketahui dengan menggunakan substrat. Substrat adalah molekul yang terikat di bagian aktif (Nelson & Cox, 2004). Permukaan situs aktif dilapisi dengan residu asam amino dengan kelompok substituen yang mengikat substrat dan mengkatalisis transformasi kimianya. Substrat yang digunakan adalah senyawa-senyawa yang mempunyai struktur yang hampir mirip (Wahyudi, 2019). Praktikum enzim ini menggunakan substrat seperti katekol, sikloheksandiol, fenol dan resorsinol.

Enzim sangat spesifik aktivitasnya sehingga mampu membedakan substrat dengan struktur yang sangat mirip. Kebanyakan dari reaksi kimia terjadi antara substrat dan gugus fungsi enzim (rantai samping asam amino spesifik, ion logam dan koenzim). Interaksi kovalen antara enzim dan substrat menurunkan energi aktivasi (dengan demikian mempercepat reaksi) dengan memberikan alternatif, jalur dengan energi rendah (Nelson & Cox, 2004).

2. pH Optimum

Setiap enzim mempunyai pH optimum tersendiri, begitu pula halnya dengan enzim PPO. Jika melewati atau melampaui pH optimal maka aktivitas enzim mengalami penurunan (Sumardjo, 2009). Enzim akan bekerja dengan baik jika berada dalam pH yang netral. Jika berada dalam pH yang asam atau basa, kinerja enzim akan terganggu. Umumnya, enzim intrasel akan dapat bekerja dengan efektif jika berada pada kisaran pH netral. Kenaikan atau penurunan pH akan mengakibatkan aktivitas enzim akan menurun drastis (Suranto, 2011).

Pada penentuan pH optimum, mencari aktivitas enzim yang paling maksimal untuk enzim PPO bekerja. Enzim selaku protein memiliki sensitivitas yang cukup tinggi terhadap pH. Umumnya, enzim hanya aktif pada kisaran pH tertentu (Voet & Voet, 2011). Jika pH berada diluar pH untuk enzim bekerja maka akan berakibat pada: 1) ionisasi substrat, 2) keberagaman struktur protein (lazimnya hanya signifikan pada pH yang ekstrim), 3) pengikatan enzim ke substrat, dan 4) aktivitas katalitik enzim. Dengan demikian, pembentukan kompleks enzim substrat (ES) sangat dipengaruhi oleh efektivitas elemen situs aktif enzim karena perubahan pH lingkungan (Poedjiadi & Supriyanti, 2009).

3. Suhu Optimum

Suhu optimum untuk setiap enzim berbeda, yaitu ketika aktivitas enzim sangat baik. Apabila suhu optimum semakin jauh maka kinerja enzim semakin tidak bagus. Rentang suhu ketika laju reaksi atau aktivitas enzim masih optimal dinamakan suhu optimum. Enzim yang terdapat dalam tubuh memiliki suhu optimal biasanyaberkisar antara 36ºC-40ºC (Sumardjo, 2009). Selain itu, pada sumber yang lain disebutkan, umumnya enzim yang terdapata pada hewan memiliki suhu optimum sekitar 40ºC-50ºC, sedangkan pada tumbuhan berkisar antara 50ºC-60ºC (Poedjiadi & Supriyanti, 2009).

Suhu sangat berpengaruh terhadap aktivitas enzim, peningkatan suhu akan berakibat pada peningkatan aktivitas enzim. Sebagian besar kerusakan enzim terjadi pada suhu di atas 60°C. Apabila proses kerusakan terjadi maka akan terjadi gangguan pada bagian aktif enzim. Dengan demikian, akan berkurangnya konsentrasi efektif enzim dan penurunan kecepatan reaksinya (Poedjiadi & Supriyanti, 2009).

Kenaikan kecepatan reaksi enzim tentu saja hal dapat terjadi jika suhu masih berada pada batas yang wajar (suhu optimal). Kenaikan suhu ini sangat berhubungan dengan peningkatan energi kinetik yang ada dalam enzim dan substratnya. Kecepatan molekul substrat akan meningkat pada suhu yang lebih tinggi sehingga cepat bertabrakan dengan enzim dan dengan mudah mengikat enzim pada sisi aktif enzim (Suranto, 2011).

4. Inhibitor Enzim

Inhibitor adalah agen molekuler yang mengganggu katalisis, memperlambat atau menghentikan reaksi enzimatik. Banyak zat yang mengubah aktivitas enzim dengan cara mempengaruhi pengikatan substrat. Banyak inhibitor adalah zat yang secara struktur menyerupai substrat enzim tetapi bereaksi sangat lambat atau tidak bereaksi sama sekali jika dibandingkan dengan substrat. Inhibitor tersebut biasanya digunakan untuk menyelidiki bentuk dan sifat kimia dari situs yang mengikat substrat sebagai bagian dari upaya untuk menjelaskan mekanisme katalitik enzim (Voet & Voet, 2011).

Pada tahap penentuan inhibitor efektif dilakukan dengan cara mencari aktivitas yang paling lemah untuk enzim PPO. Inhibitor efektif adalah penghambat yang paling optimal dalam menurunkan kinerja enzim PPO, yaitu pencegahan terbentuknya kompleks Enzim-Substrat (ES) (Voet & Voet, 2011).

Berdasarkan mekanisme hambatannya, penghambatan enzim dapat dibedakan menjadi dua kelas besar, yaitu inhibitor reversibel dan inhibitor irreversibel (Sumardjo, 2009). Inhibitor irreversibel bersifat tidak dapat balik. Inhibitor ini disebabkan oleh proses penghancuran atau pengubahan gugus fungsi yang berada dalam molekul enzim. Dalam inhibitor irreversibel, pengikatannya terjadi secara permanen ke situs aktif dengan membentuk ikatan kovalen atau interaksi nonkovalen yang sangat stabil. Dengan pengikatan inhibitor ini pada bagian tertentu enzim mengakibatkan berubahnya bentuk enzim (Voet & Voet, 2011).

Inhibitor reversibel bersifat dapat balik karena kekuatan ikatan tidak terlalu kuat atau lemah terbentuk antara enzim dengan inhibitor (memiliki energi reaksi kecil). Inhibitor reversibel dapat dibedakan menjadi inhibitor kompetitif, nonkompetitif dan campuran. Inhibitor kompetitif disebabkan karena adanya molekul yang mirip dengan substrat, dimana akan bersaing dengan substrat untuk mengikat situs aktif enzim membentuk kompleks Inhibitor-Enzim (EI) (Voet & Voet, 2011). Pembentukan kompleks EI sama dengan pembentukan ES. Pengaruh dari inhibitor kompetitif dapat dihilangkan dengan cara menambah substrat dalam konsentrasi yang besar.

Sedangkan inhibitor nonkompetitif tidak dipengaruhi oleh konsentrasi substrat. Dengan demikian, enzim dapat bergabung dengan inhibitor pada bagian di luar sisi aktif enzim (Poedjiadi & Supriyanti, 2009). Penggabungan enzim dan inhibitor terjadi pada enzim bebas atau enzim yang telah terikat dengan substrat yaitu kompleks ES. Penggabungan dengan enzim menghasilkan kompleks EI atau ESI. Inhibitor nonkomptetif hampir sama dengan inhibitor campuran, dimana inhibitor mengikat pada situs yang berbeda dari sisi aktif substrat. Dalam prakteknya inhibitor nonkompetitif dan campuran hanya untuk enzim dengan satu substrat atau lebih (Voet & Voet, 2011).

Posting Komentar untuk "Materi Kimia Enzim Polifenol Oksidase"